Thursday, June 25, 2015

Antioksidan

Antioksidan

Antioksidan atau Antioxidant
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (donor elektron) atau reduktan. Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif. Akibatnya kerusakan sel akan dihambat oleh adanya antioksidan (Winarsi, 2007:20)
Suatu fungsi yang sangat penting dari antioksidan adalah upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi. Didalam tubuh manusia mempunyai suatu antioksidan, tetapi tidak cukup kuat untuk berkompetisi dengan radikal bebas yang dihasilkan setiap harinya oleh tubuh sendiri. Kekurangan antioksidan ini diperlukan suatu asupan dari luar contoh baiknya dari sumber antioksidan terbaik yaitu vitamin A, C, E dan mineral-mineral seperti selenium dan seng (Winarsi, 2007:21).

Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada panjang gelombang maksimum 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning (Kikuzaki, dkk., 2002:2161-2168).
Metode dengan pereaksi DPPH ini merupakan metode yang cepat, mudah, dan peka untuk digunakan sebagai metode uji aktivitas peredaman radikal bebas. Selain itu metode DPPH ini dapat digunakan pada sampel yang kecil atau sedikit. DPPH juga merupakan radikal bebas yang stabil dapat digunakan untuk menentukan sifat aktivitas peredaman radikal bebas suatu ekstrak (Hanani, 2005:130-131).
Metode uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH secara kualitatif dilakukan dengan cara menyemprotkan senyawa radikal bebas DPPH ini pada pelat KLT. Bercak kuning pada latar ungu menunjukkan adanya aktivitas peredaman radikal bebas (Nugraha, 2008:21).
Metode uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH secara kuantitatif dapat ditentukan harga IC50 berdasarkan grafik regresi linier yang diperoleh. IC50 merupakan suatu parameter dalam penentuan aktivitas antioksidan, berupa konsentrasi zat antioksidan yang efektif untuk menghambat 50% aktivitas radikal bebas DPPH. Nilai IC50 diambil dari persamaan grafik regresi linier antara persen inhibisi berdasarkan absorbansi sampel dengan blanko yang diukur dengan spektrofotometer cahaya tampak pada panjang gelombang 517 nm (Molyneux, 2003:213).

Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri uv-sinar tampak, Spektroskopi uv-visible

Spektofometri UV sinar tampak adalah teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV sinar tampak melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada

molekul yang dianalisi. Sehingga lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995:40).
Spektrofotometer UV sinar tampak merupakan alat yang dipakai untuk analisis kuantitatif dan kualitatif dengan pengukuran absorbansi yang digunakan untuk penetapan kadar bahan aktif. Alat ini terdiri dari sumber radiasi (lampu wolfram), monokromator, tempat untuk sampel (kuvet), detektor, dan rekorder (Krisnandi, 2002:52).
Prinsip kerja dalam spektrofotometri UV sinar tampak yaitu menggunakan sumber cahaya dari sinar UV dan sinar tampak dengan pengaturan berkas cahaya menggunakan monokromator. Berkas sinar selanjutnya masuk ke dalam sampel, sinar yang tidak diserap dan disebar oleh sampel akan masuk ke detektor dan akan diolah sehingga muncul nilai absorbansi pada layar (Fessenden, 1997:346).

Nutrisi untuk Daya Ingat Otak

Nutrisi untuk Daya Ingat Otak

Bagaimana mencegah agar kemampuan daya ingat otak tetap bisa terjaga?
  Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Seperti halnya bagian tubuh yang lain, otak memerlukan nutrisi dan vitamin yang cukup agar dapat bekerja dengan baik. Jawabannya adalah dengan mengkonsumsi nutrisi dan vitamin untuk daya ingat otak.
  Dr. Zaldy Tan, dari Easton Center for Alzheimer’s Disease Research menjelaskan bahwa makanan yang mengandung asam lemak mempunyai efek yang positif untuk  mencegah penuaan otak, seiring dengan meningkatnya kesehatan vaskular. Salah satu nutrisi yang telah terbukti efektif baik bagi otak adalah makanan yang mengandung asam lemak omega-3.
  Penelitian menunjukkan orang yang rajin mengkonsumsi makanan seperti ikan salmon, risiko mengalami penurunan fungsi otak yang mengarah pada penyakit demensia lebih rendah.Demensia yaitu istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak, semisal: pikun.
  Hasil penelitian juga diketahui, partisipan penelitian yang kadar asam lemak omega-3 nya di bawah 25% memiliki ukuran otak yang lebih kecil dibandingkan dengan orang yang lebih sering mengkonsumsi makanan mengandung omega-3.
•Sumber Omega-3:  ikan laut (tuna, kod, sardin, dll), kerang, biji flax, minyak kedelai, minyakraps, minyak chia, biji blewah, sayuran berdaun.
Vitamin untuk Daya Ingat Otak
Selain nutrisi yang mengandung omega-3, mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin di bawah ini, dapat meningkatkan dan menjaga daya ingat otak.
Vitamin B2 dikenal juga sebagai Riboflavin yang banyak berperan dalam pembetukkan sel darah merah, antibodi dalam tubuh, dan dalam metabolisme pelepasan energi dari karbohidrat.
•Sumber Vitamin B2: Susu, keju, sayur hijau, hati, ginjal, kacang-kacangan seperti kacang kedelai, ragi, jamur
Vitamin B3 membentuk Nikotinamida, yang diyakini mampu mengurangi gejala penyakitAlzheimer yaitu sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua.
•Sumber vitamin B3: Ikan Tuna, ayam, kalkun, salmon dan asparagus.
Vitamin B6 dapat membantu meningkatkan memori sepanjang waktu dan mempercepat kemampuan otak dalam memproses informasi .
•Sumber vitamin B6: ikan tuna, telur, wortel dan sayuran.
Vitamin B9 dikenal juga dengan nama Asamfolat, yang dapat membantu produksi sel darah merah, yang menyuplai oksigen ke otak lebih banyak. Vitamin ini juga telah terbukti dapat mengurangi risiko hilangnya memori yang berhubungan dengan proses penuaan.
Sumber vitamin B9: makanan yang terbuat dari biji-bijian, atau jus yang terbuat dari buah jeruk atau tomat.
Vitamin B12 dapat menjaga kadar darah homocysteine yaitu senyawa asam amino penting yang dibutuhkan oleh otak manusia pada tingkat yang sehat. Selain itu vitamin B12 juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki saraf otak.
•Sumber vitamin B12: daging tanpa lemak, hati, susu, keju, telur
Vitamin C mengandung antioksidan sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan memori agar tetap terjaga karena mempunyai sifat protektif terhadap masalah memori dan hilangnya kewaspadaan mental.
•Sumber vitamin C: Buah dan sayuran terutama jeruk dan stroberi.
Vitamin D Kekurangan vitamin D telah terbukti mengganggu kemampuan daya ingat otak dalam merencanakan dan memproses memori. Tingkat penurunan vitamin D pada orang tua dikaitkan dengan hilangnya memori akibat proses penuaan.
•Sumber vitamin D: makarel, tuna dan makanan lain yang diperkaya dengan vitamin D.

Komponen Bioaktif Rimpang Jahe

Komponen Bioaktif Rimpang Jahe

Pangan, seisin memberi sumbangan zat gizi yang telah dketahui sebagai zat yang mutlak diperlukan tubuh, juga memberikan zat lain, atau komponen bioaktif, yang memberikan efek fisiologis positif pada tubuh manusia. 
Komponen bioaktif pangan yang menimbulkan efek fisiologis atau biasa disebut dengan khasiat pangan, terutama banyak terdapat pacta pangan kelompok buah dan sayur, dan blJT1bu atau rempah. Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu janis rempah yang sejak dulu dikonsumsi oIeh masyarakat Indonesia. 
Sejak akhir abad ke- 20, jahe selalu digunakan dalam formula makanan dan minuman kesehatan, seperti STMJ (Susu Telur Madu Jahe), wedang jahe dan lainnya. Hal ini didasari oIeh khasiat jahe yang secara tradsi dan empiris dirasakan oIeh masyarakat, terutama sebagai bahan anti rnasuk-angin, walaupun secara ilmiah belum dbuktikan efeknya pada kesehatan manusia. 
Manurut Tang dan Eisenbrand (1992) khasiat jahe ditimbulkan oIeh kandungan senyawa bioaktif jahe. Senyawa bioaktif jahe, seperti oleoresin, gingerol, dan shogaol sudah banyak dteliti dari aspek aktivitasnya sebagai antibakteri, antitusif, dan antioksidan. Senyawa gingerol, dan zingaron memiliki sifat sporostatik terhadap bakteri Bacillus subtiHs (AI-Khayat dan Blank, 1985).

Standarisasi Ekstrak Herbal


Pembuatan Simplisia
Sediaan obat tradisional atau herbal dibuat dari simplisia tanaman atau bagian dari hewan, atau mineral dalam keadaan segar atau telah dikeringkan dan diawetkan. Agar sediaan obat tradisional atau herbal tersebut dapat dipakai dengan aman, terjaga keseragaman mutu dan kadar kandungan senyawa aktifnya, maka diperlukan standardisasi. Sebelum melalui tahap standardisasi sediaan, maka diperlukan standardisasi bahan baku simplisia, yang meliputi :
Bahan baku simplisia
Dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya
Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
 Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (Depkes RI, 1985).
a.Pengumpulan Bahan Baku
Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa faktor, seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh (Depkes RI, 1985).
b.Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan – bahan asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan mempengaruhi hasil akhir. Sortasi terdiri dari dua cara, yaitu:
Sortasi basah : Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
Sortasi kering : Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Depkes RI, 1985).
c.Pengeringan
Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30oC – 90oC (Depkes RI, 1985).
d.Pengemasan dan Penyimpanan
Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi simplisia dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan.Sedangka penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.
Standardisasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia. Standardisasisimplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai berikut:
Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum (nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi) Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-Safety-Efficacy Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap respon biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Depkes RI, 1985).
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:
1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
a. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.
b. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI, 1985).
Standardisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.
1.Parameter Non Spesifik
a)Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).
b)Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).
c)Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
d)Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
2.Parameter Spesifik
a)Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).
b)Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).
c)Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).
d)Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).

Akrilamida


   Akrilamida adalah salah satu bahan organic yang biasa digunakan manusia dalam kehidupan  sehari-hari, untuk memproduksi plastik dan bahan pewarna. Zat ini juga biasa digunakan untuk menjernihkan air minum. Sejak tahun 1950, akrilamida diproduksi dengan cara hidrasi krilonitril dan terdapat dalam bentuk monomer sedang poliakrilamida ada dalam bentuk polimer.   


Gambar : struktur akrilamida 

   Akrilamida (CH2=CHCONH2) merupakan senyawa kimia berwarna putih, tidak berbau, berbentuk kristal padat yang sangat mudah larut dalam air dan mudah bereaksi melalui reaksi amida atau ikatan rangkapnya. Monomernya cepat berpolimerisasi pada titik leburnya atau di bawah sinar ultraviolet. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan. Akrilamida terdistribusi dengan baik dalam air karena kelarutannya yang tinggi dalam air, dengan aktivitas mikroba yang rendah. 
   Sifat Farmakokinetika : Akrilamida Absorbsi dari akrilamida melalui saluran pernafasan, saluran cerna dan kulit. Pada pendistribusiannya, akrilamida terdapat dalam kompartemen sistem tubuh dan dapat menembus selaput plasenta. Berdasarkan percobaan pada hewan, akrilamida diekskresikan dalam jumlah besar melalui urin dan empedu sebagai metabolitnya. Data-data farmakokinetika akrilamida pada manusia masih sedikit, namun antara manusia dan hewan mamalia belum terdapat data yang dengan pasti menunjukkan perbedaan dari keduanya. Karena, dosis yang telah menyebabkan kanker pada hewan ternyata sedikitnya seribu kali lipat lebih dari jumlah akrilamida yang bisa terdapat pada sumber-sumber makanan kita. Bahkan kopi yang menyumbangkan separuh asupan akrilamida, belum pernah ditemukan kaitannya dengan timbulnya berbagai macam kanker pada peminumnya.
   Akrilamida bersifat iritan dan toksik. Efek lokal berupa iritasi pada kulit, dan membran mukosa. Iritasi lokal pada kulit ditunjukkan dengan melepuhnya kulit disertai dengan warna kebiruan pada tangan dan kaki, efek sistemik berhubungan dengan paralisis susunan saraf pusat, tepi, dan otonom sehingga dapat terjadi kelelahan, pusing, mengantuk, dan kesulitan dalam mengingat. Berdasarkan uji klinis, ditunjukkan bahwa paparan akut dosis tinggi akrilamida memicu tanda-tanda dan gejala gangguan saraf pusat, sedangkan paparan akrilamida dalam jangka waktu yang lama dengan dosis yang lebih kecil dapat memicu gangguan pada sistem saraf tepi. Setelah paparan terhadap akrilamida dihentikan, gangguan-gangguan tersebut dapat berkurang, tetapi dapat bertahan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Hidrokortison

Hidrokortison

dosis
Oral:untuk terapi pengganti (replacement therapy) 20-30 mg/hari dalam dosis terbagi untuk orang dewasa, anak-anak 10-30 mg/hari dalam dosis terbagi, Injeksi im atau iv lambat atau infus: 100-500 mg, 3-4 kali sehari.
     Anak sampai usia 1 tahun, 25 mg.
     Anak 1-5 tahun, 50 mg.
     Anak 6-12 tahun, 100 mg,
Hidrokortison topikal (salep atau krim) digunakan sebagai anti radang dan antipruritis.
indikasi : Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Asma bronkial.
kontraindikasi
• Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium
• Gangguan jantung kongestif : Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia, Hipertensi.
• Gangguan Muskuloskeletal : da ujung tulang paha dan tungkai,fraktur patologis dari tulang panjang.
• Lemah otot : miopati steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon, terutama tendon Achilles, fraktur vertebral, nekrosis aseptik
• Gangguan Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung, kembung, borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok esophagus (Ulcerative esophagitis), pankreatitis.
• Gangguan dermatologis : Gangguan penyembuhan luka : Kulit menjadi tipis dan rapuh.
Petechiae dan ecchymoses : Erythema pada wajah, Keringat berlebihan.
• Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein
• Gangguan Neurologis : Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala, pusing, depresi, rasa cemas berlebihan.
• Gangguan Endokrin : Menstruasi tak teratur, Cushingoid, menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau sakit.
• Hambatan pertumbuhan pada anak-anak menurunnya toleransi karbohidrat, manifestasi diabetes mellitus laten.  Perlunya peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus, Katarak subkapsular posterior, tekanan intraokular meningkat, glaukoma.
efek samping : Hidrokortison memiliki efek imunosupresan, efek anti radang yang kuat,serta meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah. Hidrokortison bekerja sebagai antagonis fisiologis untuk insulin dengan meningkatkan glikogenolisis (penguraian glikogen), lipolisis (penguraian lipid),dan proteinolisis (penguraian protein), menurunkan pembentukan glikogen di hati, meningkatkan mobilisasi, asam amino dan badan keton ekstrahepatik. Ini akan meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. Oleh karena itu, pemberian hidrokortison yang berlebihan dapat menyebabkan hiperglikemia. Hidrokortison meningkatkan tekanan darah dengan jalan meningkatkan kepekaan pembuluh darah terhadap epinefrin dan norepinefrin.Pemberian hidrokortison topikal menyebabkan vasokonstriksi. Apabila kekurangan kortisol di dalam darah, maka terjadi vasodilatasi secara meluas.Hidrokortison menekan sistem imun dengan jalan menghambat proliferasi sel T. Hidrokortison menurunkan pembentukan tulang,oleh sebab itu pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis. Hidrokortison dapat diserap dengan baik pada pemberian per oral. Hidrokortison juga dapat diserap melalui kulit. Tingkat absorpsi melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara lain jenis zat pembawa, integritas sawar epidermal, dan penggunaan pembalut. Pembalut umumnya akan meningkatkan absorpsi. Kortikosteroid topikal dapat diserap melalui kulit utuh normal.Adanya radang atau penyakit lain di kulit dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit. Pada pemberian per rektal,hidrokortison diserap hanya sebagian, sekitar 30-50%. Setelah diserap, hidrokortison yang diberikan secara topikal akan mengalami nasib sama seperti hidrokortison per oral atau per parenteral. Di dalam darah, sebagian besar(lebih kurang 95%) hidrokortison terikat pada protein antara lain CBG (corticosteroid binding globulin) dan albumin serum. Hanya hidrokortison dalam bentuk bebas yang dapat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek. Senyawa-senyawa kortikosteroid terutama dimetabolisme di hati, merupakan substrat dari enzim CYP450: 3A4. Ekskresi terutama melalui ginjal, namun sebagian kortikosteroid yang diberikan secara topikal dan metabolitnya juga diekskresikan ke dalam empedu.
interaksi
- Dengan Obat Lain : Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut,maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin danketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.
Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat.
Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.
- Dengan Makanan : Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik, sebaiknya kurangi konsumsi garam, dan makan makanan yang banyak mengandung kalium dan tinggi protein
mekanisme kerja : Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan permeabilitas kapiler
bentuk sediaan : Tablet, Salep, Krim, Serbuk untuk Injeksi
stabilitas penyimpanan : Simpan dalam wadah aslinya, dalam ruang dengan suhu kamar, jauhkan dari lembab, panas, dan sinar matahari langsung.

Titrasi Reduksi-Oksidasi (Redoks)

Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999)

  Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boks Aoks + Bred
  Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)
  Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.
Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001).
Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut : Fe Fe2+ + 2e-
Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :
½ O2 + H2O + 2e- 2OH-
  Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).
  Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Karyadi, 1994).
Kurva Titrasi dan Penetapan Titik Akhir Titrasi Redoks
  Pada titrasi redoks, selama titrasi terjadi perubahan potensial sel. Harga ini sesuai dengan perhitungan menggunakan persamaan Nernst. Kurva titrasi redoks diperoleh dengan mengalurkan potensial sel sebagai ordinat dan volume titran sebagai absis. Untuk membuat kurva titrasi diperlukan data potensial awal, potensial setelah penambahan titran tapi belum titik ekivalen, potensial pada titik ekivalen dan potensial setelah titik ekivalen. Kurva titrasi antara lain berguna untuk menentukan indikator dimana indikator digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi redoks dapat ditetapkan dengan beberapa cara yaitu mengikuti titrasi secara potensiometri, titran bertindak sebagai indikator atau auto indikator, contoh: KMnO4, menggunakan indikator spesifik contoh: kanji, dan menggunakan indikator redoks contoh kompleks besi (II) 1,10-fenantrolin (feroin) dan difenilamin. Indikator redoks adalah zat warna yang dapat berubah warnanya bila direduksi atau dioksidasi. Setiap indikator redoks berubah warna pada trayek potensial tertentu. Indikator yang dipilih harus mempunyai perubahan potensial yang dekat dengan potensial titik ekivalen.

Titrasi Pengendapan

Titrasi-titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan tidak berjumlah banyak dalam analisis titimetri seperti titrasi-titrasi yang melibatkan dalam reaksi redoks atau asam basa. Kenyataannya, dalam permulaan kuliah, contoh-contoh dari titrasi semacam ini biasanya dibatasi pada yang melibatkan pengendapan dari ion perak dengan anion-anion seperti halogen atau tiosinat. Salah satu alasan terbatasnya penggunaan reaksi semacam ini adalah kurangnya indikator yang cocok. Dalam beberapa kasus, terutama dalam titrasi dari larutan encer, tingkat reaksinya terlalu lambat untuk kenyamanan sebuah titrasi. Ketika mendekati titik ekivalen dan titran ditambahkan secara perlahan, penjenuhan yang luar biasa tidak terjadi dan tingkat pengendapan menjadi amat lambat. Kesulitan lainnya adalah bahwa komposisis dari endapan pada umumnya tidak diketahui karena efek-efek pengendapan 

  Titrasi pengendapan merupakan analisis titrimetri berdasarkan terbentuknya endapan antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna berbeda. Metode Mohr menggunakan reagen perak nitrat dan indikator kromat. Terjadi pengendapan sempurna ion yang sedang ditentukan dengan larutan perak, misalnya saja untuk titrasi ion klorida, mula-mula akan terbentuk endapan putih AgCl sampai seluruh ion klorida habis bereaksi. Keberadaan sedikit ion kromat mampu membentuk endapan berwarna merah coklat dengan ion perak  berlebih.
  Dengan mengamati hasil kali kelarutan perak kromat dan perak klorida, dapat diketahui bahwa kelarutan perak kromat sedikit lebih besar dibandingkan kelarutan perak klorida. Dengan demikian jika pada larutan campuran ion klorida dan ion kromat, seperti yang dimaksud diatas, apabila tambahan larutan perak Nitrat, maka perak klorida akan mengendap lebih dulu.
  Titrasi pengendapan metode Mohr dapat berlangsung dengan baik, jika pH larutan diatur antara 6,5-9,0. Dalam larutan asam dapat terjadi perubahan kromat menjadi dikromat, sedangkan dalam larutan terlalu basa, dapat terjadi pengendapan dari perak oksida.
  Metode lain titrasi pengendapan adalah metode Volhard dengan menggunakan pereaksi larutan perak nitrat, tiosianat dan indikator besi. Metode ini merupakan titrasi tidak langsung dan sedikit lebih rumit daripada metode Mohr. Metode ini dapat dipakai untuk menentukan kadar ion halida.
Pada larutan ion halida, ditambahkan mula-mula jumlah tertentu perak nitrat, selanjutnya kelebihan ion perak nitrat dititrasi kembali memakai larutan tiosianat dan indikator besi. Kelebihan ion tiosianat dideteksi memakai indikator besi, menghasilkan kompleks Fe(SCN)2+ yang berwarna merah. Titrasi ini dapat dilakukan dalam suasana asam kuat.
  Jika metode ini diterapkan terhadap ion klorida, harus diketahui bahwa kelarutan perak klorida sedikit lebih besar dari kelarutan perak tiosianat. Ini berarti bahwa endapan perak klorida harus dipisahkan atau dilindungi agar tidak bereaksi dengan ion tiosianat. Biasanya dilakukan cara kedua, yaitu endapan perak klorida dilapisi dengan nitrobenzena sebelum dititrsi dengan larutan tiosianat.

Efek Lokal Obat (PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL)

Efek Lokal Obat (PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL)

I. Tujuan percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan:
1.Mengtahui aktivitas anestetika lokal suatu obat.
2.Mengetahui gejala-gejala terjadinya anestetika lokal yang ditimbulkan oleh anestetika lokal permukaan.
3.Membandingkan kepekaan pada lengan yang diolesi air dan lengan yang diolesi lidokain
II. Pendahuluan
Obat bius lokal/anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf. Obat bius lokal bekerja merintangi secara bolak-balik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin. Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.4
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
1.Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2.Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3.Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Menurut cara pemakaian anestesi lokal dibedakan menjadi: 2
1.Anestesi permukaan.
Anestetika local digunakan pada mukosa atau permukaan luka dan dari sana berdifusi ke organ akhir sensorik dan ke percabangan saraf terminal. Pada epidermis yang utuh (tidak terluka) maka anestetika local hampir tidak bekhasiat karena tidak mampu menembus lapisan tanduk.
2.Anestesi Infiltrasi.
Anestetika local disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam jaringan. Dengan demikian selain organ ujung sensorik, juga batang-batang saraf kecil dihambat.
3.Anestesi Konduksi
Anestetika local disuntikkan di sekitar saraf tertentu yang dituju dan hantaran rangsang pada tempat ini diputuskan. Bentuk khusus dari anestesi konduksi ini adalah anestesi spinal, anestesi peridural, dan anestesi paravertebral.
4.Anestesi Regional Intravena dalam daerah anggota badan
Sebelum penyuntikan anestetika local, aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan mengikat dengan ban pengukur tekanan darah dan selanjutnya anestetika local yang disuntikkan berdifusi ke luar dari vena dan menuju ke jaringan di sekitarnya dan dalam waktu 10-15 menit menimbulkan anestesi.
Salah satu obat anastetika local dari golongan amida. Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amid) dengan suatu gugus yang mudah mengion (amin tersier). Dalam penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil. Didalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relative dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch.3
Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Biasanya Lidokain digunakan untuk anestesi permukaan dalam bentuk salep, krim dan gel. Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP misalnya kantuk, pusing, paraestesia, gangguan mental, koma, dan seizure.
III. Daftar Pustaka
1.Cousins MJ, Bridenbaugh PO. Clinical Pharmacology of Local Anesthetic Agents, Neural Blockade in: Covino BG, wildsmith, editors. Clinical Anethesia and Management of Pain 3rd ed. Philadelphia, New York, Lippincott-Raven, p105-21.
2.Mutschler. E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, terjemahan M. B. widianto dan A. S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung. Hal 223
3.Stoelting RK, Hillier SC. Local Anesthetics, in : Stoelting RK, Hillier SC, editors. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 4thed. Philadelphia, Lippincott Williams, 2006, p 182-3.

Sistem Saraf Otonom(SSO)


I.Tujuan
1. Untuk dapat mempunyai keterampilan dalam melakukan pengujian aktivitas kolinergik dan antikolinergik suatu obat pada hewan percobaan.
2. Untuk dapat memahami efek berbagai obat sistem saraf otonom dalam pengendalian fungsi atau aktivitas organ viseral tubuh.
3. Untuk dapat mengetahui efek dan mekanisme dari obat-obat sistem saraf otonom terutama pada sistem saraf parasimpatik.
4. Untuk mengetahui perbedaan antara parasimpatomimetik dan parasimpatolitik.
5. Untuk mengetahui persen inhibisi salivasi berdasarkan diameter bercak saliva untuk setiap kelompok mencit.
II. Pendahuluan
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Di dalam sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion (Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga. Diakses tanggal 14 Oktober 2010).
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu (Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga. Diakses tanggal 14 Oktober 2010).
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan “nervus vagus” bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. Selain itu, fungsi saraf otonom pada sistem saraf simpatik, diantaranya sebagai berikut :
1.memperbesar pupil.
2.menghambat aliran ludah.
3.mempercepat denyut jantung.
4.mengecilkan bronkus.
5.menghambat sekresi kelenjar pencernaan.
6.menghambat kontraksi kandung kemih.
Sedangkan, fungsi saraf otonom pada sistem saraf parasimpatik, diantaranya sebagai berikut :
1.mengecilkan pupil.
2.menstimulasi aliran ludah.
3.memperlambat denyut jantung.
4.membesarkan bronkus.
5.menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan.
6.mengerutkan kantung kemih (Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga. Diakses tanggal 14 Oktober 2010).
Kelenjar saliva merupakan salah satu kelenjar dalam sistem pencernaan yang akan meningkat aktivitasnya jika distimulasi oleh sistem saraf parasimpatik atau oleh obat-obat parasimpatomimetik. Tetapi sebaliknya, jika diberikaan obat-obat yang aktivitasnya berlawanan dengan sistem parasimpatik atau bersifat parasimpatolitik, maka aktivitas kelenjar saliva akan menurun.
III.Daftar Pustaka
1. Achmad.S. A. 1989. Analisis Metabolit Sekunder. UGM press. yogyakarta. Diakses tanggal 14 Oktober 2010.
2. Anonimus, 1995:790. Diakses tanggal 16 Oktober 2010.
3. Anonim, 2006. Knowledge Antomi. Progam animasi anatomi. Diakses tanggal 14 Oktober 2010.
4. Amrun Hidayat. M. 2005. Alkaloid Turunan Triptofan. Diakses tanggal 14 Oktober 2010.
5. Betram. G. katzung. 2004. Farmakologi dasar dan klinik. EGC. Jakarta. Diakses tanggal 14 Oktober 2010.
6. Jay,than hoon dan kirana,raharja. 2002. Obat-obat penting. Gramedia Jakarta. Diakses tanggal 15 Oktober 2010.
7. Mursyidi, achmad. 1989. Analisis metabolit sekunder. UGM. Yogyakarta. Diakses tanggal 14 oktober 2010.
8. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum. Diakses tanggal 15 Oktober 2010.
9. Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga. Diakses tanggal 14 Oktober 2010.

Anthelmintik (Obat Cacing)



   Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum menggunakan obat tertentu.
   Diagnosis dilakukan dengan menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita. Sebagian besar obat cacing diberikan secara oral yaitu pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat cacing perlu diberikan bersama pencahar.
Obat-obat penyakit cacing diantaranya
1.Mebendazol, Tiabendazol, Albendazol 
2.Piperazin, Dietilkarbamazin 
3.Pirantel, Oksantel 
4.Levamisol 
5.Praziquantel 
6.Niklosamida 
7.Ivermectin
   Banyak obat cacing memiliki khasiat yang efektif terhadap satu atau dua jenis cacing saja. Hanya beberapa obat saja yang memiliki khasiat terhadap lebih banyak jenis cacing (broad spectrum) seperti mebendazol.
   Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada cacing.
   Di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit cacing merupakan penyakit rakyat umum. Infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa cacing sekaligus. Infeksi cacing umumnya terjadi melalui mulut, kadang langsung melalui luka di kulit (cacing tambang, dan benang) atau lewat telur (kista) atau larva cacing, yang ada dimana-dimana di atas tanah.
   Cacing yang merupakan parasit manusia dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni cacing pipih dan cacing bundar. 
1.Platyhelminthes. Ciri-cirinya bentuk pipih, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda (hemafrodit). Cacing yang termasuk golongan ini adalah cacing pita (Cestoda) dan cacing pipih (Trematoda).
2.Nematoda (roundworms). Ciri-cirinya bertubuh bulat, tidak bersegmen, memiliki rongga tubuh dengan saluran cerna dan kelamin terpisah. Infeksi cacing ini disebut ancylostomiasis (cacing tambang), trongyloidiasis, oxyuriasis (cacing kremi), ascariasis (cacing gelang) dan trichuriasis (cacing cambuk).

   Cacing golongan nematoda tersebut menyebabkan infeksi cacing usus (soil-transmitted helminthasis). Hidupnya berkaitan dengan perilaku bersih dan kondisi sanitasi lingkungan. Bila terdapat anemia, penderita harus diobati dengan sediaan yang mengandung besi. Selain itu, wanita hamil tidak boleh minum obat cacing karena memiliki sifat teratogen (merusak janin) yang potensial.
   Di medicastore anda dapat mencari informasi obat cacing seperti ; kegunaan atau indikasi obat, generik atau kandungan obat, efek samping obat, kontra indikasi obat, hal apa yang harus menjadi perhatian sewaktu konsumsi obat, gambar obat yang anda pilih hingga harga obat dengan berbagai sediaan yang dibuat oleh pabrik obat. Sehingga anda dapat memilih dan beli obat cacing sesuai dengan resep dokter anda. 

Aspirin (Asam Mefenamat)


Gambar : Aspirin(Asama Mefenamat)
   Aspirin bersifat antipiretik dan analgesik karena merupakan kelompok senyawa glikosida, aspirin yang merupakan nama lain dari asam asetil salisilat dapat disintesis dari asam salisilat, yaitu dengan mereaksikannya dengan anhidrida asetat, hal ini dilakukan pertama kali oleh Felix Hofmann dari perusahaan Bayer, Jerman. Karena saat itu antipiretik dan analgesik yang ada sangat keras terhadap sistem pencernaan.
Farmakologi : 
   Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu  menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik.
Indikasi
   Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.
Kontraindikasi: 
   Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.  Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
Dosis :
Dewasa dan anak di atas 14 tahun : Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.
Dismenore : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.
Menoragia : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.
Efek samping:  
   Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.  Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik. 
Interaksi Obat
  Obat yg terikat pada protein plasma : menggeser ikatan dengan protein plasma, sehingga dapat meningkatkan efek samping (contoh : hidantoin, sulfonylurea).
Obat antikoagulan & antitrombosis : sedikit memperpanjang waktu prothrombin & Waktu thromboplastin parsial. Jika Pasien menggunakan antikoagulan (warfarin) atau zat thrombolitik (streptokinase), waktu prothrombin harus dimonitor.
Lithium : meningkatkan toksisitas Lithium dengan menurunkan eliminasi lithium di ginjal.
Obat lain yang juga memiliki efek samping pada lambung : kemungkinan dapat meningkatkan efek samping terhadap lambung.
Peringatan Dan Perhatian
Terhadap Kehamilan :
  Tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh wanita hamil. Terutama pada akhir masa kehamilan atau saat melahirkan karena efeknya pada sistem kardiovaskular fetus (penutupan prematur duktus arteriosus) & kontraksi uterus.
Terhadap Ibu Menyusui :
  Didistribusikan melalui air susu ibu, sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh ibu yg sedang menyusui.
Terhadap Anak-anak :
  Belum ada studi ttg keamanan & efikasi penggunaan asam mefenamat pada pasien anak dibawah 14 tahun. Belum ada studi tentang keamanan untuk anak
Terhadap Hasil Laboratorium :
  Dapat menyebabkan reaksi false-positif tes urin menggunakan tes tablet diazo.

CAPTROPIL

Farmakologi:
   Kaptopril terutama bekerja pada sistem RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron), sehingga efektif pada hipertensi dengan PRA (Plasma Renin Activity) yang tinggi yaitu pada kebanyakan hipertensi maligna, hipertensi renovaskular dan pada kira-kira 1/6-1/5 hipertensi essensial. Kaptopril juga efektif pada hipertensi dengan PRA yang normal, bahkan juga pada hipertensi dengan PRA yang rendah. Obat ini juga merupakan antihipertensi yang efektif untuk pengobatan gagal jantung dengan terapi kombinasi lain. Kombinasi dengan tiazid memberikan efek aditif sedangkan kombinasi dengan b-blocker memberikan efek yang kurang aditif.
Indikasi:
   Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan kombinasi lain. Kaptopril dapat dipergunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lain terutama tiazid. Payah jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis.
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap kaptopril dan obat-obat ACE inhibitor lainnya.
Dosis:
Dewasa:
Hipertensi : Dosis awal adalah 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari.
Bila setelah 2 minggu belum diperoleh penurunan tekanan darah, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 50 mg, 2-3 kali sehari.
Gagal jantung : Dosis awal adalah 25 mg, 3 kali sehari, sebaiknya dimulai dengan 12,5 mg, 3 kali sehari.
Efek samping:
   Umumnya kaptopril dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat timbul adalah ruam kulit, gangguan pengecapan, neutropenia, proteinuria, sakit kepala, lelah/letih dan hipotensi. Efek samping ini bersifat dose related dengan pemberian dosis kaptopril kurang dari 150 mg per hari, efek samping ini dapat dikurangi tanpa mengurangi khasiatnya. Efek samping lain yang pernah dilaporkan: umumnya asthenia, gynecomastia.
Peringatan dan perhatian:
Neutropenia/agranulositosis:
   Neutropenia akibat pemberian kaptopril (jumlah neutrofil kurang dari 1000/mm3) 2 kali berturut-turut, bertahan selama obat diteruskan, insidensinya 0,02% (1/4544) pada penderita dengan fungsi ginjal (kreatinin serum > 2 mg/dl), dan menjadi 7,2% (8/111) pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan penyakit vaskular kolagen seperti lupus (SLE) atau skleroderma. Neutropenia muncul dalam 12 minggu pertama pengobatan, dan reversibel bila pengobatan dihentikan (90% penderita dalam 3 minggu) atau dosisnya diturunkan. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan juga penderita yang mendapat obat-obat lain yang diketahui dapat menurunkan leukosit (obat-obat sitotoksik, imunosupressan, fenilbutazon dan lain-lain), harus dilakukan hitung leukosit sebelum pengobatan setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan periodik setelah itu. Mereka juga harus diberi tahu agar segera melapor kepada dokternya bila mengalami tanda-tanda infeksi akut (faringitis, demam), karena mungkin merupakan petunjuk adanya neutropenia.
Proteinuria/sindroma nefrotik:
   Proteinuria yang lebih dari 1 g sehari terjadi pada 1,2% (70/5769) penderita hipertensi yang diobati dengan kaptopril. Diantaranya penderita tanpa penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan, insidensinya hanya 0,5% (19/3573) yakni 0,2% pada dosis kaptopril < 150 mg sehari dan 1% pada dosis kaptopril > 150 mg sehari. Pada penderita dengan penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan, insidensinya meningkat menjadi 2,1% 946/2196), yakni 1% pada dosis kaptopril > 150 mg sehari. Sindroma nefrotik terjadi kira-kira 1/5 (7/34) penderita dengan proteinuria.
   Data mengenai insiden proteinuria pada penderita GJK belum ada. Glumerulopati membran ditemukan pada biopsi tetapi belum tentu disebabkan oleh kaptopril karena glumerulonefritis yang subklinik jugma ditemukan pada penderita hipertensi yang tidak mendapat kaptopril. Proteinuria yang terjadi pada penderita tanpa penyakit ginjal sebelumnya pengobatan tidak disertai dengan gangguan fungsi ginjal. Proteinuria biasanya muncul setelah 3-9 bulan pengobatan (range 4 hari hingga 22 bulan). Pada sebagian lagi, proteinuria menetap meskipun obat dihentikan. Oleh karena itu pada penderita dengan risiko tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan protein dalam urin sebelum pengobatan, sebulan sekali selama 9 bulan pertama pengobatan dan periodik setelah itu.
Gagal ginjal/akut:
   Fungsi ginjal dapat memburuk akibat pemberian kaptopril pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal sebelum pengobatan. Gejala ini muncul dalam beberapa hari pengobatan; yang ringan (kebanyakan kasus) reversibel atau stabil meski pengobatan diteruskan, sedangkan pada yang berat dan progresif, obat harus dihentikan. Gejala ini akibat berkurangnya tekanan perfusi ginjal oleh kaptopril, dan karena kaptopril menghambat sintesis A II intrarenal yang diperlukan untuk konstriksi arteriola eferen ginjal guna mempertahankan filtrasi glomerulus pada stenosis arteri ginjal. Gagal ginjal yang akut dan progesif terutama terjadi pada penderita dengan stenosis arteri tinggi tersebut, pemberian kaptopril harus disertai dengan monitoring fungsi ginjal tunggal 93/8). Karena itu pada penderita dengan risiko tinggi tersebut, pemberian kaptopril harus disertai dengan monitoring fungsi ginjal (kreatinin serum dan BUN), dan dosis kaptopril dimulai serendah mungkin. Bila terjadi azotemia yang progresif, kaptopril harus dihentikan dan gejala ini reversibel dalam 7 hari.
Morbiditas dan mortalitas pada fetus dan neonatus:
   Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan/kelainan organ pada fetus atau neonatus. Apabila pada pemakaian obat ini ternyata wanita itu hamil, maka pemberian obat harus dihentikan dengan segera. Pada kehamilan trimester II dan III dapat menimbulkan gangguan antara lain; hipotensi, hipoplasia-tengkorak neonatus, anuria, gagal ginjal reversibel atau irreversibel dan kematian.
Juga dapat terjadi oligohidramnion, deformasi kraniofasial, perkembangan paru hipoplasi, kelahiran prematur, perkembangan, retardasi intrauteri, patenduktus arteriosus.
Bayi dengan riwayat dimana selama didalam kandungan ibunya mendapat pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi intensif tentang kemungkinan terjadinya hipotensi, oliguria dan hiperkalemia.
Interaksi obat:
   Pemberian obat diuretik hemat kalium (spironolakton-triamteren, anulona) dan preparat kalium harus dilakukan dengan hati-hati karena adanya bahaya hiperkalemia.
Penghambat enzim siklooksigenase sepeti indometasin, dapat menghambat efek kaptopril.
Disfungsi neurologik pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi kaptopril dan simetidin.
Kombinasi kaptopril dengan allopurinol tidak dianjurkan, terutama gagal ginjal kronik.
Cara penyimpanan: 
Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.

Gout arthritis (asam urat)


Gout arthritis, atau lebih dikenal dengan nama penyakit asam urat, adalah salah satu penyakit inflamasi yang menyerang persendian. Gout arthritis disebabkan oleh penimbunan asam urat (kristal mononatrium urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Penyakit ini sering menyerang sendi metatarsophalangeal 1 dan prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kadang-kadang terbentuk agregat kristal besar yang disebut sebagai tofi (tophus) dan menyebabkan deformitas.
Asam urat merupakan produk metabolisme purin dan pada manusia biasanya diekskresi bersama air seni. Secara normal setiap individu memproduksi 600 – 800 mg asam urat setiap hari dan diekskresi 600 mg dalam urin. Individu yang mengeluarkan kurang dari 600 mg pada diet purin diangggap overproduksi asam urat dimana kadar asam urat normal laki-laki < 7 mg/dl dan perempuan < 6 mg/dl.

Umumnya gout menyerang ibu jari kaki, tetapi juga mungkin terjadi di kaki, pergelangan kaki, pergelangan tangan, jemari, siku. Gejalanya meliputi rasa nyeri hebat yang terjadi tiba-tiba, sehingga menimbulkan kesulitan berjalan. Persendian yang terkena menjadi nyeri, kemerahan, bengkak dan terasa hangat. Serangan gout terjadi beberapa jam sehari. Ketika serangan itu terjadi, badan terasa menggigil, demam, sakit. Jika tidak segera diobati, gejala-gejala itu akan memburuk dan menyebabkan kecacatan.

Patofisiologi Gout Arthritis
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).
1.      Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2.      Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
  1. Penurunan ekskresi  asam urat secara idiopatik
  2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
  3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
  4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:
1.      Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2.      Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.
Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

Daun Salam



I.       Klasifikasi
Kingdom               : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom          : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi          : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                     : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                     : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas              : Rosidae
Ordo                      : Myrtales
Famili                    : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus                    : Syzygium
Spesies                  : Syzygium polyanthum Wigh Walp

Sinonim                 : Eugenia polyantha Wight
I.       Deskripsi/morfologi tanaman
    1)      Daun : berbentuk simpel, bangun daun jorong, pangkal daunnya tidak bertoreh dengan bentuk bangun bulat telur (ovatus), runcing pada ujung daun, pangkal daun tumpul (obtusus), terdapat tulang cabang dan urat daun, daun bertulang menyirip (penninervis), tepi daun rata (integer). Daun majemuk menyirip ganda (bipinnatus) dengan jumlah anak daun yang ganjil, daging daun seperti perkamen (perkamenteus), daunnya duduk, letak daun penumpu yang bebas terdapat di kanan kiri pangkal tangkai daun disebut daun penumpu bebas (stipulae liberae), tangkai daunnya menebal di pangkal dan ujung, beraroma wangi dan baru dapat digunakan bila sudah dikeringkan.
    2)      Batang : tinggi berkisar antara 5-12m, bercabang-cabang, biasanya tumbuh liar di hutan. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus), berkayu (lignosus) biasanya keras dan kuat, bentuk batangnya bulat (teres), permukaan batangnya beralur (sulcatus), cara percabangannya monopodial karena batang pokok selalu tampak jelas, arah tumbuh cabang tegak (fastigiatus) sebab sudut antar batang dan cabang amat kecil, termasuk dalam tumbuhan menahun atau tumbuhan keras karena dapat mencapai umur bertahun-tahun belum juga mati.
   3)      Akar : termasuk akar tunggang (radix primaria), berbentuk sebagai tombak (fusiformis) karena pangkalnya besar dan meruncing ke ujung dengan serabut-serabut akar sebagai percabangan atau biasa disebut akar tombak, sifatnya adalah akar tunjang karena menunjang batang dari bagian bawah ke segala arah.
II.    Kandungan Senyawa
Pada umumnya sering dijumpai daun salam digunakan sebagai obat sakit perut. Ternyata khasiat daun salam tidak hanya itu, melainkan juga dapat digunakan untuk menghentikan buang air besar yang berlebihan. Tidak hanya pada daunnya, namun pohon salam ini dapat dimanfaatkan mulai dari akar, kulit batang dan buah.
Terdapat beberapa kandungan yang ada didalam pohon salam antara lain minyak essensial, minyak atsiri, tanin dan flavonoid. Dengan kandungan tersebut maka pohon salam banyak dimanfaatkan dengan mengolahnya untuk mengobati berbagai macam penyakit antara lain melancarkan peredaran darah, mengatasi asam urat, kolesterol tinggi, radang lambung, diare, gatal-gatal, stroke, kencing manis.
III.  Khasiat Farmakologi
Daun salam digunakan untuk pengobatan: Kolesterol tinggi, Kencing manis (Diabetes mellitus), Tekanan darah tinggi (Hipertensi), Radang lambung/maag (gastritis) dan Diare.
Beberapa manfaat daun salam untuk mengobati penyakit secara alami dapat kita peroleh dengan resep sebagai berikut:
· Daun salam sebagai obat sakit Diare. Sediakan 15 lembar daun salam lalu cuci hingga bersih. Rebus dengan 2 gelas air hingga mendidih, lalu tambahkan sedikit garam dan biarkan hingga dingin. Saring airnya dan minum.
· Daun salam untuk mengobati Kencing Manis / Diabetes Mellitus. Siapkan sekitar 7-15 lembar daun salam yang masih segar. Rebus dengan 3 gelas air hingga mendidih dan tunggu hingga air yang tersisa tinggal 1 gelas. Peras dan saring airnya, lalu minum 2x sehari tiap sebelum makan.
· Daun salam untuk obat sakit Asam Urat. Manfaat daun salam ini dapat Anda peroleh dengan menyediakan sekitar 10 lembar daun salam yang masih segar, lalu cuci hingga bersih, kemudian rebus menggunakan 4 gelas air dan tunggu hingga mendidih dan air yang tersisa tinggal 2 gelas. Saring airnya dan minum.
· Daun salam sebagai obat Sakit maag (gastritis). Siapkan sekitar 15-20 lembar daun salam yang masih segar, kemudian cuci hingga bersih dan rebus menggunakan 0,5 liter air hingga mendidih selama 15 menit. Setelah mendidih, beri gula enau secukupnya. Tunggu hingga agak dingin dan minum airnya. Anda dapat meminum ramuan ini setiap hari hingga maag Anda sembuh.
· Kudis, gatal. Daun atau kulit batang atau akar, dicuci bersih lalu digiling halus sampai menjadi adonan seperti bubur. Balurkan ketempat yang sakit.
Pohon salam mempunyai daun yang lebat, daun nya berbentuk lonjong. Kasiat daun salam sudah dipercaya sejak dulu oleh sebagian masyarakat. Dalam hal bumbu masakan, daun salam sering kali digunakan. Bila kita tidak mempunyai tanaman tersebut kita bisa membeli dipasar tradisional, banyak sekali dijual dipasar dengan harga yang sangat murah. Manfaat daun salam untuk mengobati penyakit seperti yang terdapat diatas biasanya bisa dilakukan secara tradisional seperti merebus beberapa lembar daun salam dengan takaran air tersediri hingga mendidih, setelah itu diminum hasil rebusan tersebut.